Langsung ke konten utama

Najis Anjing Dan Cara Membersihkannya

Mengenai najis pada anjing, terdapat tiga pendapat di kalangan para ulama:
Pertama, seluruh tubuhnya najis, bahkan termasuk bulu (rambutnya). Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan salah satu dari dua riwayat (pendapat) Imam Ahmad.
Kedua, anjing itu suci termasuk pula air liurnya. Inilah pendapat yang masyhur dari Imam Malik.
Ketiga, air liurnya itu najis dan bulunya itu suci. Inilah pendapat Imam Abu Hanifah dan pendapat lain dari Imam Ahmad.
Sedangkan pendapat Imam Ahmad mengenai najisnya bulu hewan (rambutnya) yang tumbuh pada hewan yang najis ada tiga pendapat dari beliau:
Pertama, semua bulu hewan tersebut suci termasuk bulu anjing dan babi. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Abu Bakr Abdul ‘Aziz.
Kedua, semua bulu hewan tersebut najis. Pendapat Imam Ahmad yang kedua ini sama dengan pendapat Imam Syafi’i (yang menyatakan seluruh tubuh hewan yang najis, maka bulunya juga najis).
Ketiga, apabila bulu bangkai itu suci ketika dia hidup maka suci pula ketika dia menjadi bangkai seperti kambing dan tikus. Adapun bulu hewan yang najis ketika hidup seperti anjing dan babi, maka najis pula ketika jadi bangkai. Pendapat ketiga inilah yang banyak dikuatkan oleh para pengikut Imam Ahmad.
Pendapat yang kuat (dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah): seluruh bulu hewan itu suci termasuk bulu anjing, babi dan lainnya, berbeda dengan air liur anjing.
Apabila bulu anjing yang basah dan mengenai pakaian seseorang, maka tidak ada kewajiban baginya untuk bersuci sebagaimana hal ini adalah pendapat mayoritas pakar fiqih yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan salah satu dari dua pendapat Imam Ahmad.
Dinyatakan demikian karena hukum asal segala sesuatu adalah suci. Tidak boleh seseorang menajiskan atau mengharamkan sesuatu kecuali jika terdapat dalil yang mendukungnya karena Allah Ta’ala berfirman,
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” (QS. Al An’am [6] : 119)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِلَّ قَوْمًا بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُمْ مَا يَتَّقُونَ
Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi.” (QS. At Taubah [9] : 115)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits yang shohih,
إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَىْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
Seorang muslim yang paling besar dosanya adalah orang yang ditanyakan tentang sesuatu yang tidak diharamkan (oleh syari’at) lalu dia mengharamkannya karena sebab ditanya.” (HR. Bukhari no. 6859)
Dalam sunan, dari Salman Al Farisy secara marfu’ (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) –ada pula yang mengatakannya mauquf (sampai pada sahabat) -, beliau berkata,
الْحَلاَلُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِى كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِى كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ
Halal adalah sesuatu yang Allah halalkan dalam kitab-Nya dan haram adalah sesuatu yang Allah haramkan dalam kitab-Nya. Sedangkan sesuatu yang Allah diamkan adalah sesuatu yang dimaafkan.” (HR. Ibnu Majah no. 3367 dan Tirmidzi no. 5506. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Ibnu Majah dan Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzimengatakan hadits ini hasan)
Bagian Anjing yang Najis adalah Ujung Lidahnya
Jika memang demikian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ
Sucinya bejana di antara kalian yaitu apabila anjing menjilatnya adalah dengan dicuci tujuh kali dan awalnya dengan tanah.” (HR. Muslim no. 279)
Dalam hadits lain dikatakan,
إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ
Apabila anjing menjilat (bejana).” (HR. Muslim no. 279)
Seluruh hadits yang menjelaskan hal ini, semuanya menggunakan lafazh walagho (minum dengan ujung lidah)dan tidak menyebutkan anggota tubuh yang lainnya. Kalau bagian tubuh anjing lainnya mau dikatakan najis, maka ini hanya bisa dilakukan melalui qiyas (analogi).
[Berikut beberapa qiyas yang bisa dilakukan, namun hal ini disanggah oleh Syaikh]
[Jika ada yang mengatakan air kencing lebih kotor dari air liur anjing]
Jika ada yang mengatakan bahwa air kencing itu lebih kotor dari air liur, maka ini tergantung sudut pandang masing-masing (mutawajjihan).
[Sanggahan untuk yang menyamakan bulu dan air liur]
Adapun menyatakan sama najisnya antara bulu dan air liur, maka itu suatu hal yang tidak mungkin karena air liur keluar dari dalam tubuh. Hal ini berbeda dengan bulu yang tumbuh di kulit.
Semua pakar fiqih juga telah membedakan kedua hal ini. Mayoritas ulama mengatakan bahwa bulu bangkai itu suci, berbeda dengan air liurnya.
Imam Syafi’i dan mayoritas pengikutnya mengatakan bahwa tanaman yang tumbuh di tanah yang najis tetap suci.
Oleh karena itu, sebagaimana tumbuhan yang tumbuh di tanah yang najis tetap suci, begitu pula bulu anjing yang tumbuh di kulit yang najis lebih tepat dikatakan suci. Berbeda dengan tanaman, dia bisa mendapatkan pengaruh dari tanah yang najis, sedangkan bulu adalah sesuatu yang padat (keras) sehingga tidak mungkin dipengaruhi layaknya tanah.
Para pengikut Imam Ahmad seperti Ibnu ‘Aqil dan lainnya mengatakan bahwa tanaman (yang tumbuh di tanah yang najis) tetap suci, lebih-lebih lagi bulu hewan. Barangsiapa menyatakan tanaman tersebut najis maka ada perbedaan di antara keduanya sebagaimana yang telah disebutkan.
Jadi, setiap hewan yang dikatakan najis, maka pembicaraan mengenai rambut dan bulunya sebagaimana pembicaraan pada bulu anjing.
[Dari penjelasan beliau ini, berarti bulu babi juga suci sebagaimana bulu anjing]
[Bagaimana dengan bulu hewan buas, najis ataukah tidak?]
Apabila dikatakan bahwa hewan buas yang bertaring dan burung yang bercakar kecuali kucing dan selainnya yang serupa adalah najis -sebagaimana ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu para ulama ‘Iraq dan juga salah satu dari dua pendapat Imam Ahmad-, maka pembicaraan mengenai bulu dan rambutnya terdapat perselisihan, apakah najis atau tidak?
Imam Ahmad memiliki dua pendapat dalam masalah ini :
Pendapat pertama Imam Ahmad, bulu hewan-hewan tersebut suci. Inilah pendapat mayoritas ulama seperti Imam Abu Hanifah, Imam Asy Syafi’i dan Imam Malik.
Pendapat kedua Imam Ahmad, bulu hewan-hewan tersebut najis sebagaimana yang dipilih oleh mayoritas ulama-ulama belakangan dari Hanabilah.
Pendapat yang benar adalah bahwa bulu hewan-hewan tersebut suci sebagaimana penjelasan yang telah lewat.
[Keringanan pada air liur anjing pada hewan buruan]
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan pada hasil tangkapan anjing buruan, anjing yang menjaga hewan ternak, dan anjing yang menjaga tanah garapan. Dan pasti bulu anjing seperti ini akan ditemukan dalam keadaan basah sebagaimana hal ini terjadi pula pada bagal (peranakan kuda dan keledai) dan keledai, dan hewan semacam itu.
Mengenai najisnya bulu anjing (yang terbasahi seperti ini) dan keadaan tanah garapan yang najis, tidak ada dari umat ini yang menganggap demikian.
Begitu pula air liur anjing yang ditemukan pada hewan hasil tangkapan buruan, tidak wajib untuk dicuci menurut pendapat yang paling kuat. Inilah salah satu pendapat dari dua pendapat Imam Ahmad.
Alasan tidak wajibnya hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk mencuci air liur anjing semacam ini. Air liur anjing seperti ini dimaafkan ketika dalam kondisi dibutuhkan (mendesak).
Namun, tetap diperintahkan untuk dicuci jika tidak dalam kondisi demikian. Hal ini menunjukkan bahwa syari’at Islam sangat memperhatikan kemaslahatan dan kebutuhan hamba-Nya. Wallahu a’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewajiban Seorang Istri Part 1

Pasutri pasti selalu menginginkan keluarganya terus tentram dan langgeng. Namun kadang yang terjadi di tengah-tengah pernikahan adalah pertengkaran dan perselisihan. Ini boleh jadi karena tidak mengetahui manakah yang menjadi hak atau kewajiban dari masing-masing pasutri. Oleh karena itu, mengetahui kewajiban suami atau kewajiban istri sangatlah penting. Sehingga istri atau suami masing-masing mengetahui manakah tugas yang mesti ia emban dalam rumah tangga.    Keagungan Hak Suami Hak suami yang menjadi kewajiban istri asalnya dijelaskan dalam ayat berikut ini, الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا “ Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena ...

Lemah Lembutlah dalam Bertutur Kata Baca Selengkapnya

Segala puji bagi Allah, Rabb yang berhak disembah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman. Semakin maju zaman, semakin manusia menjauh dari akhlaq yang mulia. Perangai jahiliyah  dan kekasaran masih meliputi sebagian kaum muslimin. Padahal Islam mencontohkan agar umatnya berakhlaq mulia, di antaranya adalah dengan bertutur kata yang baik. Akhlaq ini semakin membuat orang tertarik pada Islam dan dapat dengan mudah menerima ajakan. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita perangai yang mulia ini.   Perintah Allah untuk Berlaku Lemah Lembut Allah  Ta’ala  berfirman, وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ “ Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.  ” (QS. Al Hijr: 88)  Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengatakan, “’ Berendah dirilah ‘ yang dimaksud dalam ayat ini hanya untuk mengungkapkan agar seseorang berlaku lemah lembut dan...

Dzikir Hauqalah Untuk Lenyapkan Beban Berat

DZIKIR  atau mengingat Allah dengan mengucapkan “ hauqalah “, yakni  “Laa haula walaa quwwata illaa billaah” (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah” mengandung manfaat sangat besar. Ungkapan  hauqalah   berisi penyerahan diri dalam segala urusan kepada Allah. Menurut Ibnu Mas’ud, lafadz dzikir tersebut bermakna: “Tidak ada daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindugan dari Allah. Tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan Allah.” Selain sebagai bukti keimanan –khususnya mengakui Allah SWT sebagai Dzat Yang Mahakuasa atas segala sesuatu, dzikir  hauqalah  juga mendatangkan pahala, kebaikan, dan melenyapkan penyakit. Faidah Dzikir Hauqalah 1.  Hauqalah  merupakan simpanan pahala di surga. “Wahai ‘Abdullah bin Qois, katakanlah ‘laa hawla wa laa quwwata illa billah’, karena ia merupakan simpanan pahala berharga di surga”  (HR. Bukhari). 2.  Hauqalah...